Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus.
Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :
a. Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
b. Daerah Istimewa Yogyakarta
c. Provinsi Aceh.
d. Provinsi Papua dan Papua Barat.
2. Dasar Hukum Otsus
Pasal 18A
- Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
- Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemamfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
- Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
- Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang.
3. Kriteria Pemberian Otonomi Khusus di Indonesia
Pemberian otonomi yang berbeda atas satu daerah atau wilayah dari beberapa daerah merupakan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang cukup umum ditemui dalam pengalaman pengaturan politik di banyak negara. Pengalaman ini berlangsung baik di dalam bentuk negara kesatuan yang didesentralisasikan, maupun dalam format pengaturan federatif. Pemberian otonomi khusus dikelompokan dalam beberapa bagian diantaranya:
- Dalam hal historis, yakni mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena asal usul kesejarahan suatu daerah.
- Dalam hal politik diantaranya:
- Mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena untuk mengurangi konflik berkepanjangan yang terjadi didalam daerah, baik Suku, Ras, Agama dan lainnya.
- Mendapatkan pengakuan khusus dari negara agar daerah tidak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan kata lain menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dalam hal sosial-kultural diantaranya:
- Mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena untuk menghargai budaya kental dari suatu daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang sangat kental kebudayaan islam dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
- Mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena adanya kekhususan dibidang tertentu pada daerah tersebut seperti pariwisata dan letak geografis suatu daerah.
- Dalam hal ekonomi yakni :
Mendapatkan pengakuan khusus dari negara untuk membantu ketertinggalan suatu daerah dengan daerah lainnya, seperti Papua adalah daerah yang kaya, namun tertinggal dalam banyak bidang seperti ekonomi, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
- Dalam hal fungsional yakni:
Daerah DKI Jakarta mendapatkan pengakuan khusus dikarenakan DKI Jakarta ini dalam kedudukannya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom yang memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kawasan Khusus menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 19 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/ kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kriteria dalam menetapkan kawasan khusus suatu daerah diantaranya:
1. Kawasan Cagar Budaya;
2. Kawasan Taman Nasional;
3. Kawasan Pengembangan Industri Strategis;
4. Kawasan Pengembangan Teknologi Tinggi (seperti pengembangan nuklir); 5. Kawasan Peluncuran Peluru Kendali;
6. Kawasan Pengembangan Prasarana Komunikasi;
7. Kawasan Telekomunikasi;
8. Kawasan Transportasi;
9. Kawasan Pelabuhan dan Daerah Perdagangan Bebas;
10. Kawasan Pangakalan Militer;
11. Kawasan Wilayah Eksploitasi;
12. Kawasan Konservasi Bahan Galian Strategis;
13. Kawasan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Nasional;
14. Kawasan Laboratorium Sosial;
15. Kawasan Lembaga Pemasyarakatan Spesifik.
Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan dalam ketentuan adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pemanfaatan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah. Undang-Undang tidak mengatur secara khusus terhadap syarat dan kriteria suatu daerah untuk memperoleh pengakuan Otonomi Khusus, jadi tidak menutup kemungkinan suatu daerah yang memiliki kawasan khusus dengan kriteria di atas akan dapat untuk memperoleh Pengakuan Otonomi Khusus oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus didalam Pasal 4 dijelaskan bahwa Penetapan kawasan khusus harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Di dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Administratif diantaranya:
1. Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terhadap usulan yang disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian meliputi:
- rencana penetapan kawasan khusus yang paling sedikit memuat:
- studi kelayakan yang mencakup anara lain sasaran yang ingin dicapai, analisis dampak terhadap politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, ketertiban dan ketentraman, pertahanan dan keamanan;
- luas dan status hak atas tanah;
- rencana dan sumber pendanaan; dan
- rencana strategis.
- rekomendasi bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan; dan
- rekomendasi DPOD setelah berkoordinasi dengan menteri yang bidang tugasnya terkait dengan fungsi pemerintahan tertentu yang akan diselenggarakan dalam kawasan khusus.
2. Persyaratan administratif terhadap usulan yang disampaikan oleh gubernur meliputi:
- rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota yang bagian wilayahnya akan diusulkan sebagai kawasan khusus;
- keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi tentang persetujuan penetapan kawasan khusus; dan
- rencana penetapan kawasan khusus sebagiama dimaksud di atas.
3. Persyaratan administratif terhadap usulan yang disampaikan oleh bupati/walikota meliputi :
- rekomendasi gubernur yang bersangkutan;
- keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota tentang persetujuan penetapan kawasan khusus; dan
- rencana penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud di atas.
Di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Teknis diantaranya:
1. Persyaratan teknis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 terhadap usulan yang disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, bupati/walikota meliputi faktor kemampuan ekonomi dan potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, luas kawasan, kemampuan keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
2. Penilaian terhadap faktor sebagaimana dimaksud diatas dilakukan berdasarkan indikator masing-masing faktor yang disusun oleh kementerian dan/ atau lembaga pemerintah nonkemerterian, gubernur, bupati/walikota sesuai bidang tugas masing-masing.
Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Fisik Kewilayahan diantaranya: Persyaratan fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud diatas terhadap usulan penetapan kawasan khusus yang disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur dan bupati/walikota meliputi:
- peta lokasi kawasan khusus ditetapkan dengan titik koordinat geografis sebagai titk batas kawasan khusus;
- status tanah kawasan khusus merupakan tanah yang dikuasai Pemerintah/pemerintah daerh dan tidak dalam sengketa; dan
- batas kawasan khusus. Inilah syarat pengaturan kawasan khusus menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010, sebagai pelaksana dari penetapan pembentukan daerah dan kawasan khusus di daerah dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Alasan Otsus Bagi Kalimantan
- Dalam hal historis
Secara histroris, ada beberapa daerah di Kalimantan yang pernah mendapat kedudukan sebagai Daerah Istimewa, antara lain :
Berau (1953-1959)
Daerah Istimewa Berau adalah daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Berau dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Berau terdiri atas swapraja Sambaliung dan swapraja Gunung-Tabur. Keistimewaan Daerah Istimewa Berau meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Berau dijabat oleh Sultan Muhammad Amminuddin. Daerah Istimewa Berau dihapus dengan UU 27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Berau di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur.
Bulongan (1953-1959)
Daerah Istimewa Bulongan adalah daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Bulongan dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Bulongan terdiri atas swapraja Bulongan. Keistimewaan Daerah Istimewa Bulongan meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Bulongan dijabat oleh Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin, sampai mangkat dia pada 1958. Daerah Istimewa Bulongan dihapus dengan UU 27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Bulongan di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Bulongan, yang meliputi kabupaten-kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, dibentuk satu provinsi, Provinsi Kalimantan Utara pada 17 November 2012, terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan Barat (1946-1950)
Daerah Istimewa Kalimantan Barat adalah Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri dalam lingkungan Republik Indonesia Serikat yang berkedudukan sebagai daerah istimewa. Daerah Istimewa Kalimantan Barat dibentuk oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda pada 28 Oktober 1946 sebagai Dewan Borneo Barat dan mendapat kedudukan sebagai Daerah Istimewa pada 12 Mei 1947. Daerah Istimewa Kalimantan Barat meliputi Swapraja Sambas, Swapraja Pontianak, Swapraja Mampawah, Swapraja Landak, Swapraja Kubu, Swapraja Matan, Swapraja Sukadana, Swapraja Simpang, Swapraja Sanggau, Swapraja Tayan, Swapraja Sintang, Neo-swapraja Meliau, Neo-swapraja Pinoh, dan Neo-swapraja Kapuas Hulu[65]. Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat adalah Sultan Swapraja Pontianak, Hamid II Alqadrie. Sebelum 5 April 1950 Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri Daerah Istimewa Kalimantan Barat bergabung dengan Negara Bagian Republik Indonesia (RI-Yogyakarta). Daerahnya kemudian menjadi bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan. Kini wilayah Daerah Istimewa Kalimantan Barat menjadi Provinsi Kalimantan Barat yang telah dibentuk pada tahun 1956.
Kutai (1953-1959)
Daerah Istimewa Kutai adalah daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Kutai dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Kutai terdiri atas swapraja Kutai. Keistimewaan Daerah Istimewa Kutai meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Kutai dijabat oleh Sultan A.M. Parikesit. Daerah Istimewa Kutai dihapus dengan UU 27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Kutai, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Kutai meliputi Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur.
Dengan historis yang panjang tersebut, maka layaklah wilayah Kalimantan diberi tempat secara istimewa dengan memberikan otonomi khusus.
- Dalam hal politik
- Konflik sosial (konflik antaretnik) di Kalimantan Barat, khususnya Dayak dengan Madura, Arafat (1998) mencatat bahwa sejak 1933 sampai dengan 1997, telah terjadi setidaknya 10 kali konflik dengan kekerasan. Alqadrie (1999) menyatakan bahwa sejak 1962 sampai dengan 1999, telah terjadi setidaknya 11 kali. Sementara Petebang et al (2000) mencatat, sejak tahun 1952 sampai dengan tahun 1999, telah terjadi sebanyak 12 kali. Ketiga sumber mencatat frekuensi konflik yan g berbeda, walaupun demikian setidakn ya mereka menggambarkan fenomena sekaligus fakta yang sama bahwa konflik terjadi relatif sering dan selalu berulang. Dalam kurun waktu 50 sampai dengan 60 tahun terakhir, telah terjadi 10 sampai dengan 12 kali konflik. Hal ini berarti bahwa dalam kurun waktu 4 – 5 tahun, rata-rata telah terjadi sekali konflik (Bahari, 2005). Konflik yang lain, seperti antara etnik Melayu dengan Madura, tidak sekeras konflik tersebut. Sementara itu, konflik etnik Dayak dengan Cina, Melayu dengan Cina, dan Melayu den gan Dayak cen der un g berbau politik (Aditjon dro, dalam Petebang et al., 2000; Andasputra et al.,1999; Bahari, 2005). Berdasarkan fakta yang dikemukakan tersebut, sejarah konflik antaretnik khusus, antara Dayak dengan Madura, di Kalimantan Barat merupakan suatu sejarah yang panjang yang terus berulang- ulang dan cenderung semakin membesar, baik dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Di Kalimantan Tengah konflik antara Dayak dan Madura terjadi pada Desember 1996 dan Januari 1997, lalu di Tahun 2001 terjadi konflik Sosial antara Dayak dan Madura di Sampit. Penyebab timbulnya koflik ini dipicu oleh berbagai hal, antara lain adanya gab antara budaya asli dan budaya pendatang, kesenjangan sosial-ekonomi, politisasi konflik, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, salah satu solusi untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan Suku Dayak dengan suku lainnya, salah satu upayanya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat Suku Dayak serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Suku Dayak, melalui kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pembangunan di Kalimantan selama ini belum sepenuhnya dinikmati oleh seluruh masyarakat, terutama yang berada di pedalaman dan perbatasan (Perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.019 km dari Tanjung Datuk di Kalimantan Barat, melewati dataran tinggi pedalaman Kalimantan, hingga ke Teluk Sebatik dan Laut Sulawesi di sebelah Timur Kalimantan. Perbatasan ini memisahkan provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Indonesia dengan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia). Infrastruktur yang minim, layanan kesehatan yang sulit, pendidikan yang kurang memadai, listrik tidak ada. Padahal wilayah pedalaman dan perbatasan adalah wilayah yang kekayaan banyak dibawa untuk membangun Indonesia ini (kebijakan pembangunan yang sentralistik), sehingga mereka merasa dianaktirikan, diperlakukan tidak adil (kekayan alamnya diangkut, tapi wilayahnya tetap minim infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan). Untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi mereka, maka perlu melakukan pendekatan kesejahteraan, bukan pendekatan keamanan sehingga mereka bukan merasa sebagai anak-tiri di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Upaya konkretnya adalah dengan memberikan otonomi khusus bagi Kalimantan.
- Dalam hal sosial-kultural diantaranya:
- Suku Dayak sebagai bagian dari Suku Bangsa di Benua Asia, menganut trilogi peradaban kebudayaan, yaitu hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta hormat dan patuh kepada negara. Trilogi peradaban kebudayaan Asia dimaksudkan, sebagai pembentuk karakter, identitas dan jatidiri manusia Suku Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, serta berdamai dan serasi dengan sesama dan negara.
Manusia Suku Dayak beradat lahir dari sistem religi/agama Dayak dengan sumber doktrin legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak, dengan menempatkan hutan (terutama situs pemukiman dan situs pemujaan) sebagai sumber dan simbol peradaban.[1]
Dari sisi peradaban ini, Suku Dayak memiliki catatan penting. Balai Arkeologi Banjarmasin tahun 1998, bahwa Suku Dayak sebagai penduduk asli atau asal di Pulau Kalimantan, dengan ditemukannya Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan milik Suku Dayak Maanyan di Amungtai, Provinsi Kalimantan Selatan, pada 242 – 226 Sebelum Masehi (SM), sebagai kerajaan prasejarah paling tua di Indonesia.
Dengan demikian, maka Kalimantan secara khusus suku Dayak memiliki budaya dan peradaban yang tinggi bagi Indonesia. Oleh karenanya, sangat wajar jika Kalimantan diberi kekhususan, berupa otonomi khusus.
- Program Heart of Borneo (HoB) yang diinisiasi oleh Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sejak 12 Februari 2007, untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo yang didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Luas kawasan HoB di tiga negara meliputi areal seluas kurang lebih 23 juta hektar yang secara ekologis saling berhubungan. Wilayah HoB sebagian besar berada di Indonesia yaitu sekitar 72% yang didominasi oleh hutan hujan tropis. Kawasan HoB memiliki 7 fungsi penting yaitu tutupan kawasan hutan, melimpahnya keanekaragaman hayati, menara air, kelerengan kawasan, penyimpan karbon, sosial-budaya dan ekowisata. Salah satu fungsi penting kawasan HoB adalah sebagai menara air, dimana 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo berhulu di kawasan HoB, seperti Sungai Barito, Sungai Mahakam, Sungai Kapuas dan lainnya. Dengan posisi yang demikian, maka Kalimantan memiliki arti dan posisi yang sangat penting dan strategis, bukan saja bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia secara keseluruhan, karena Kalimantan adalah paru-paru dunia. Untuk itu, maka Kalimantan harus diberi kekhususan dan keistimewaan supaya paru-paru dunia tersebut tetap terjaga. Jika Kalimantan hancur maka akan berdampak luas bagi Indonesia dan dunia.
- Dalam hal ekonomi yakni :
Kalimantan adalah daerah yang kaya sumber daya alamnya, namun orang Dayak sebagai penduduk asli, tertinggal dalam banyak bidang seperti ekonomi, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Selama ini hasil kekayaan alam Kalimantan belum dinikmati secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat asli, sehingga berakibat terjadinya kesenjangan antara Kalimantan dan daerah lain, antara penduduk asli dan bukan asli, bahkan cenderung terjadinya pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Suku Dayak di Kalimantan. Di daerah Pedalaman dan perbatasan Kalimantan orang tidak menikmati jalanan beraspal, tidak menikmati listrik, layanan kesehatan yang memadai dan pendidikan yang layak. Untuk mengurangi kesenjangan antara provinsi di Kalimantan dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Kalimantan, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Suku Dayak, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dalam hal fungsional
Penetapan IKN oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Agustus 2019 menjadi momentum yang sangat luarbiasa bagi masyarakat secara khusus di Kalimantan Timur dan secara umum di Kalimantan. Kalimantan yang merupakan satu kesatuan (Pulau Dayak) menyandang status barunya, yakni sebagai Ibu Kota Negara. Dengan menyandang status barunya tersebut, berarti pula harus ada perlakuan yang khusus terhadap Kalimantan secara umum, yakni berupa pemberian otonomi khusus bagi daerah-daerah di sekitar sebagain Penajam Paser dan Kutai Kertanegara karena merupakan satu kesatuan Pulau Dayak.
[1] Aju, 2019, Hakim Adat Dayak, Agama Dayak, Tumbang Anoi 1894 – 2019; Pontianak: Derwati Press.